Hidup Selaras dengan Alam Agar Bahagia Menurut Filosofi Stoisisme


Hidup Selaras dengan Alam Menurut Filosofi Stoisisme
Hidup Selaras dengan Alam Menurut Filosofi Stoisisme


Belajar ilmu filsafat stoisisme. 

Ada satu track record yang menurutku sangat luar biasa, yakni membaca buku berjudul “Filosofi Teras” setebal 324 halaman hanya dalam waktu dua hari. Sebagai pecinta buku, kamu pasti tahu dong alasan kenapa bisa membaca dalam waktu secepat itu. Iya, betul sekali. Karena bukunya sangat menarik untuk dibaca. Semakin kita tertarik, maka semakin kita penasaran dan ingin menuntaskan secepat mungkin. 

Filosofi Teras ditulis oleh seorang pria bernama Henry Manampiring. Buku ini termasuk mega best seller yang diterbitkan oleh Kompas Gramedia. 

Pada kesempatan ini aku akan mengutip hal-hal menarik dan menurutku sangat penting dari yang aku baca di buku Filosofi Teras, kemudian saya akan menjabarkannya menurut pandangan atau pengalamanku sendiri. 


Hubungan Nalar Manusia dengan Hidup Selaras dengan Alam

Manampiring (2023:31) memberikan pandangan yang mendalam mengenai hubungan nalar manusia dengan kehidupan yang selaras dengan alam. Menurutnya, untuk mencapai kebahagiaan dan kebebasan dari emosi negatif, manusia perlu hidup sejalan dengan alam. Alam, sebagai entitas yang mengelilingi kita, memberikan manusia keistimewaan berupa nalar, sebuah fitur unik yang membedakan kita dari makhluk lainnya, termasuk binatang.


Melalui refleksi yang mendalam, dapat disimpulkan bahwa keistimewaan manusia terletak pada kemampuan memiliki nalar, pemikiran, dan logika. Sebagai contoh, ketika manusia mengalami penyakit, reaksi alamiahnya adalah untuk mencari pengobatan. Baik itu penyakit ringan seperti panu, kadas, atau kurap, maupun penyakit serius lainnya, manusia selalu merasakan ketidaknyamanan. Dalam hal ini, keberadaan nalar memungkinkan manusia untuk berusaha mencari solusi atas permasalahan kesehatan yang dihadapinya.


Penting untuk diakui bahwa menggunakan nalar tidak hanya berarti reaksi emosional sesaat, seperti mengumpat atau mencari kambing hitam. Sebaliknya, mengedepankan nalar berarti memikirkan secara rasional dan mencari solusi yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Sebagai contoh, ketika sakit, mengumpat dan mengucapkan berbagai nama satwa tidak akan meredakan rasa sakit. Dengan mengandalkan nalar, manusia dapat memfokuskan pikiran pada upaya mencari penanganan yang efektif dan berkelanjutan.


Dengan demikian, hubungan nalar manusia dengan kehidupan yang selaras dengan alam bukan hanya sebuah konsep filosofis, tetapi juga menjadi landasan praktis untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan harmonis.


Dari tulisan di atas,  kita dapat menyimpulkan bahwa manusia memiliki perangkat khusus seperti otak yang berhubungan dengan kemampuan kognitif, bernalar dan hati sebagai perasaan. Dengan menggunakan daya nalar, kita dapat mengendalikan emosi yang berakibat tidak baik pada diri atau orang lain di sekitar kita. Itulah yang membedakan kita (manusia) dari binatang. Dengan mengedapankan nalar, maka ilmu stoisisme menjamin kita untuk hidup lebih tenang dan bahagia. 


0 komentar:

Posting Komentar